DWH
REDAKSI EHYAL STDI IMAM SYAFI’I JEMBER – Di antara bentuk kecintaan Allah kepada hambanya adalah mencukupi kehidupan mereka dengan berbagai kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak ternilai harganya. Bahkan nikmat tersebut datang dengan cara yang tidak disangka-sangka. Allah ﷻ berfirman,
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [QS. Ibrahim: 34]
Di dalam kitabnya Al-Qur’an Al-Karim Allah ﷻ telah menunjukkan kepada hambanya dari segi kenikmatan untuk melihat kepada apa yang lebih rendah darinya. Sehingga, ia mengetahui kadar dari nikmat yang diberikan kepadanya dan menambah rasa syukur atas nikmat tersebut. Allah ﷻberfirman,
وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فِى الْاَرْضِ تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ بِنَصْرِه وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas dimuka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur. ” [QS. Al-Anfal: 26].
Tafsir ayat: Dan ingatlah (wahai orang-orang yang beriman) akan nikmat Allah ketika kalian di Mekah, saat itu jumlah kalin masih sedikit dan tertindas, kalian takut orang-orang kafir itu menyiksa kalian dengan cepat. Maka Allah menjadikan tempat berlindung bagi kalian, yaitu kota Madinah, dia menguatkan kalian dengan pertolongan-Nya pada Perang Badar dan memberi makan kalian dari hal-hal yang baik (di antaranya adalah harta rampasan) yang halal agar kalian bersyukur kepada-Nya atas rezeki dan nikmat itu. [Tafsir Al-Muyassar]
Rasulullah ﷺ berkata,
انظروا إلى من هو أسفل منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فإنه أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan jangan melihat kepada orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kalian.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Dengan hadis tersebut, Rasulullah ﷺ mengingatkan umatnya agar menengadahkan pandangan mereka kepada orang-orang yang lebih rendah keadaannya, bukan kepada orang-orang yang lebih tinggi derajatnya.
Seperti ketika seseorang diberikan nikmat kesehatan jasmani maupun rohani, hendaklah ia melihat kepada orang-orang yang sedang ditimpa penyakit. Agar ia mengetahui pentingnya nikmat sehat bagi dirinya sehingga ia akan mengucapkan ‘alhamdulillah‘ dan menambah kecintaan sekaligus rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas apa yang telah diberikan kepadanya.
Berbeda dengan seseorang yang ketika diberikan nikmat sehat tetapi ia malah melihat kepada orang yang lebih kuat darinya, lebih tinggi darinya. Maka ia akan merasa menjadi orang yang lemah dan berputus asa dari rahmat Allah. Sehingga hatinya akan dipenuhi dengan pertanyaan “Kenapa Allah tidak memberikanku nikmat yang sama dengan si fulan?”. Ia pun menjadi orang yang zolim dan ingkar terhadap nikmat yang telah diberikan kepadanya. Na’uzubillah, ingatlah bahwa ini adalah salah satu cara syaitan untuk menjerumuskan seorang hamba ke dalam jurang kerugian dan berpaling dari Allah Ta’ala.
Berbeda dengan urusan agama. Rasulullah ﷺ memerintahkan umatnya untuk melihat kepada orang-orang yang berada di atas mereka seperti para nabi, sahabat, syuhada, dan orang-orang saleh agar dapat termotivasi dan meneladani kesungguhan mereka dalam memurnikan tauhid kepada Allah Ta’ala. Allah ﷻberfirman,
وَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَۗ
“Dan untuk yang demikian hendaknya Orang-orang berlomba. ” [QS. Al-Mutaffifin: 26].
Yaitu berlomba dalam melakukan ketaatan kepada Allah, berusaha menjadi yang terdepan dengan melakukan amalan-amalan saleh yang dapat menghantarkan seorang hamba menuju derajat yang tinggi.
Ketahuilah, Allah lebih mengetahui keadaan hambanya dan apa yang dibutuhkan olehnya. Maka, tugas seorang hamba adalah menerima dan mensyukuri segala nikmat yang telah ditetapkan untuknya.
والله تعالى أعلم
Sumber:
Kitab Qowaid Al-Hisan Al-Mutaalliq bitafsiril quran (Muhammad bin Shaleh Al-Usaimin).
Leave a Reply