Sakit Adalah Bagian dari Kehidupan

Algoritma

REDAKSI EHYAL STDI IMAM SYAFI’I JEMBER – Apa jadinya jika kita tidak bisa merasakan sakit? Halu pikiran kita, mungkin dikata bisa hidup seperti superman. Seberapa benci kita terhadap rasa sakit? Baik karena perasaan yang hadir pada fisik maupun emosi, rasanya kita ingin segera enyah darinya. Saat demam maupun sakit kepala, atau ada secuil perasaan yang mengganggu dan membuat tidak nyaman di dalam tubuh. Rasanya itu benar-benar menyakitkan hingga kadang diri lupa untuk bersyukur. Sebab, ada beberapa waktu yang terambil dari ketidakberfungsian tubuh kita dengan baik.

Ada sedikit emosi yang tidak mengenakkan saat sakit yang sedikit itu tiba-tiba menyerang tubuh dan fisik. Mau hidup seperti superman, yang demam pun tidak dirasa. Benarkah?


Namun, tidak kah kita tahu, bahwa dalam beberapa hal merasa sakit adalah kenikmatan? Bahwa rasa sakit yang diberi oleh tuhan kita benar-benar menjadikan kita seperti manusia? Bahwa, dalam beberapa cerita, di dunia ini ada mereka yang merindukan bagaimana rasanya sakit? Bagaimana rasanya demam yang membuat tubuh menggigil sebab suhu tubuh yang terus menaik? Bagaimana rasanya mengaduh kesakitan saat kaki tidak sengaja tersandung meja? Bagaimana rasa gatal dan sedikit nyeri saat bagian tubuh kita digigit oleh serangga?


Ashlyn Blocker, kisah perempuan yang tidak bisa merasakan sakit.
Ashlyn lahir dengan bawaan ketidakpekaan terhadap nyeri dan anhidrosis atau yang dikenal dengan Congenital Insensitivity to Pain (CIPA), yaitu gangguan yang memengaruhi perjalanan sinyal dari sistem saraf pusatnya. Salah satu penyakit akibat mutasi gen yang langka dimana seseorang tidak bisa merasakan sakit dan tidak memiliki kepekaan terhadap suhu. Bahkan, dalam kasus yang lebih parah si penderita juga tidak bisa berkeringat. Orang tua Ashlyn baru pertama kali menyadari bahwa ada yang salah saat mereka membawa putri mereka yang saat itu baru berusia 8 bulan ke dokter untuk mengobati matanya yang teriritasi. “Dia memiliki abrasi kornea besar di matanya dan mereka hanya heran kenapa Ashyln tidak merasakan kesakitan,” ucap ayahnya, John Brocker.


Dia akan melukai dirinya sendiri. Mulai dari mencelupkan tangan ke air mendidih, digigit semut api, menggigit lidah, hingga berlari dalam kondisi kaki terluka. Beberapa insiden ini merupakan hal yang dilakukan Ashlyn tanpa merasakan rasa sakit apapun.
“Banyak yang mengatakan, ‘oh.. betapa hebatnya anak Anda. Tetapi tanda-tandanya, seiring berjalannya waktu justru semakin semakin mengkhawatirkan.” Ucap John Brocker.


Mengutip perkaatn Heidi Moawad, MD, neurologis dari Amerika Serikat dari situs verywellhealth.com, penyakit CIPA merupakan penyakit keturunan. Ini adalah resesif autosom, yang berarti bahwa penderita CIPA harus mewarisi gen dari orang tuanya. Anggapan seseorang yang “normal” ketika dihadapkan dengan pasien yang tidak bisa merasakan sakit sudah seperti melihat superhero karena tidak bisa merasakan penderitaan. Namun, sebaliknya, penyakit ini justru sangat berbahaya. Karena tidak bisa merasakan sakit seperti yang dialami oleh Ashyln, virus atau bakteri yang masuk ke tubuh tidak akan terdeteksi dan bisa menyebabkan penyakit lain. Apabila tidak ada sinyal sakit di dalam tubuh, maka sangat dengan mungkin virus dan bakteri tersebut berkembang menjadi penyakit berbahaya.


Rasa sakit bukanlah sesuatu yang pantas untuk dibanding-bandingkan. Bagi seseorang dengan penyakit CIPA, merasakan sakit adalah “sembuh” dari sakit itu sendiri. Rasa sakit yang sering kita keluh-keluhkan, nyatanya adalah kehidupan yang ingin mereka rasakan. Tidak kah kita ingat, bahwa dalam Islam pun kita diajarkan untuk bersabar dalam menghadapi rasa sakit dan akan mendapatkan pahala dari apa yang kita rasakan apabila kita bersabar?
Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:


مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ


“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573.


Belajar dari kisah Ashyln dan beberapa orang lain yang serupa, kita menjadi tahu bahwa tidak selamanya merasa sakit adalah kesakitan yang sebenarnya. Ada banyak hal yang sangat pantas kita syukuri meski itu rasa sakit sekalipun. Sama seperti menjadi tua dan dewasa, kita semua paling tidak akan merasa sakit setidaknya satu kali seumur hidup. Tidak ada tumbuh tanpa rasa sakit. Bahkan, untuk memiliki jumlah gigi sempurna dengan total 32 buah saat dewasa kita harus merasakan demam yang luar biasa, nyeri di gusi dan berbagai ketidaknyamanan lainnya. Gigi kelinci yang kita miliki dahulu saat tiba waktunya maka akan mulai goyang dan harus dicabut dan akan tergantikan dengan gigi seri depan yang jauh lebih kokoh dan menawan, begitu juga digantikan dengan gigi-gigi lainnya. Meski harus melalui rasa sakit, kita akan mencapai nikmat di akhir yang tiada tara. Dengan hal yang telah kita lalui tadi, kini kita bisa menguyah dengan nyaman dan makan dengan nikmat. Lalu, apa puncak nikmat dari segala sakit di dunia? Tentu saja Surga-Nya. Bagi mereka yang bersabar dan bertakwa.

Sumber:
https://youtu.be/xaJTbHoFuwc?si=zhBt_uqab5W1QRya
https://www.verywellhealth.com/cipa-disease-when-a-person-can-t-feel-pain-4122549
https://kumparan.com/berita_viral/idap-kelainan-kisah-perempuan-yang-tak-pernah-menangis-dan-tak-pernah-sakit-1yOeAo9gFvK
http://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/1028-penyakit-cipa-yang-membuat-penderitanya-tidak-bisa-merasakan-sakit
https://muslim.or.id/27197-mengharap-pahala-dari-tiap-musibah.html
https://www.beritasatu.com/news/58593/gadis-ini-tak-bisa-merasakan-rasa-sakit


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *