Penaklukan Konstatinopel

Diuun

REDAKSI EHYAL STDI IMAM SYAFI’I JEMBER-

Konstatinopel merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang terletak di Semenanjung Borporus, antara Balkan dan Anatolia, didirikan pada tahun 330 M oleh kaisar Konstatinus I. Konstatinopel telah menjadi simbol kekuasaan Romawi dan pusat perdagangan utama selama lebih dari seribu tahun. Namun, pada abad ke-15, kekaisaran ini mengalami kemunduran akibat perang dan invasi yang berkelanjutan. Letaknya yang strategis menguhubungkan Laut Hitam dan Laut Tengah, serta benua Asia dan Eropa, hal ini menyebabkan bangsa-bangsa disekitarnya tertarik untuk menguasi kota ini, termasuk umat Islam. Umat Islam termotivasi dalam penaklukan Konstatinopel untuk mengembangkan peradaban Islam dan perluasan wilayah dalam penyebaran agama Islam. Upaya penaklukan Konstatinopel ini dimulai pada masa Khalifah Ustman bin Affan, kemudian dilanjutkan oleh Khalifah bani Umayyah, bani Abassiyah, hingga Sultan murad II dari daulah Utsmaniyah. Upaya ini telah dilakukan selama delapan abad, namun masih belum berhasil, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Muhammad Al-Fatih.

Pasukan Ottoman dibawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 M dengan jumlah sekitar 15.000 prajurit perang yang berada di Konstatinopel, 100.000 tukang penggali dan penjebol benteng, dan 1.000 Arsitek. Dengan menggunakan teknologi militer yang canggih, termasuk meriam besar yang dikenal sebagai basilica yang mampu menghancurkan tembok kota. Dalam pertempuran ini, Kaisar Konstantinus XI memimpin pasukan Bizantium yang berjumlah jauh lebih kecil, sekitar 7.000 hingga 10.000 tentara. Selama kurang lebih dua bulan pengepungan, pertahanan kota semakin melemah akibat serangan berulang dari pasukan Ottoman. Pada malam sebelum penaklukan, Sultan Muhammad Al-Fatih mengarahkan serangan terakhir menggunakan  strategi yang cerdik, dengan penggunaan jalur laut dan darat. Pada pagi hari pasukan Ottoman berhasil memasuki kota Konstatinopel melalui gerbang yang terbuka akibat serangan yang intens.

Setelah penaklukan, Sultan Muhammad Al-Fatih mengumumkan Konstatinopel sebagai ibu kota Kekaisaran Ottoman dan segera mulai melakukan transformasi besar. Banyak gereja, termasuk Hagia Sophia, diubah menjadi masjid, namun penduduk non-Muslim, terutama Kristen Ortodoks, diizinkan untuk tetap tinggal, akan tetapi mereka harus membayar pajak khusus, dan kota ini menjadi pusat budaya Islam. 

Penaklukan Konstantinopel mengubah peta kekuatan di Eropa dan Asia. Kekuasaan Ottoman terus berkembang, menjadikan mereka salah satu kekuatan dominan di wilayah tersebut selama berabad-abad. Secara ekonomi, pengendalian rute perdagangan utama oleh Ottoman membawa perubahan signifikan dalam alur perdagangan global, mendorong negara-negara Eropa untuk mencari jalur alternatif, yang pada akhirnya memicu era penemuan dan eksplorasi.

Secara budaya, penaklukan ini menghasilkan penggabungan berbagai tradisi, arsitektur, dan ilmu pengetahuan. Konstantinopel menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan, dengan perpaduan antara elemen Timur dan Barat. Penaklukan Konstantinopel tidak hanya menandai akhir sebuah era, tetapi juga kelahiran sebuah kekaisaran yang akan meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah dunia.

Sumber:

Nur F, Riza (2012). Penaklukan Konstatinopel. Skrikpi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Konstantinopel  diakses 18 Oktober 2024


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *