By: Annisa Syafitri
Asal: STAI Imam Asy Syafi’i Pekanbaru

فَوَاللّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَم

“Demi Allah, jikalau Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab darimu, hal itu benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.” (Muttafaqun alaihi).

Dakwah merupakan kewajiban seluruh umat Islam, baik laki-laki maupun wanita. Sejarah membuktikan bahwa wanita mempunyai peranan penting dalam penyebaran dakwah Islam. Orang pertama yang menerima dan menyambut dakwah Nabi
adalah seorang wanita, yaitu Khadijah. Ia mengorbankan hartanya untuk mendukung dakwah Nabi صلى الله عليه وسلم. Selain itu, Aisyah juga berperan penting dalam penyebaran ilmu pengetahuan, sering menjadi rujukan berbagai persoalan Islam
baik pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم maupun setelah wafatnya.

Dan ada juga seorang ulama wanita kontemporer yang bisa kita jadikan contoh dalam semangatnya menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu, beliau adalah seorang aalimah dari negri Yaman, yakni syaikhoh Ummu Abdillah Al-Wadi’iyyah binti
As syaikh Muqbil Rahimahullah. Beliau hafizhahallah adalah putri dari ulama ahlul hadits di masa kita, yaitu Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wad’i rahimahullah. Ummu Abdillah mengajar di madrasah nisa’ (khusus wanita) di Yaman, dan memiliki beragam karya tulis ilmiah. Di antaranya:

  • Shahihul Musnad fis Syamail Muhammadiyah
  • Jamius Shahih fi ilmi wa Fadhlihi
  • Tahqiq kitab As-Sunnah Ibnu Abi Ashim
  • Nasihati lin Nisa

Beliau juga merupakan seorang istri dan ibu, tetapi semangat dalam menyebarkan ilmu tidak luput dari beliau hanya karena sudah berkeluarga. Lalu bagaimana dengan kita? Kita bercermin ketika selesai masa perkuliahan di beberapa perguruan tinggi yang bermanhaj salaf, sangat banyak dari akhwat tersebut memilih untuk segera menikah dan tidak melanjutkan untuk menyebarkan ilmu yang telah ia dapat selama masa perkuliahannya, sehingga sering kali kita mengalami kekurangan tenaga pendidik dan pendakwah dari kalangan wanita, seperti yang terjadi di beberapa kampus bermanhaj salaf yang pengajarnya dominan adalah ustadz dan hanya beberapa orang ustadzah yang mengajar disana, padahal kita mengetahui bahwa ketika masa perkuliahan sangat banyak akhwat yang berkompeten di bidang ilmu syar’i nya dan memiliki kefaqihan ilmu, lalu kemana perginya mereka setelah wisuda?, jika kita berlandaskan alasan memprioritaskan keluarga, lalu bagaimana dengan syaikhoh Ummu Abdillah?
Tentu beliau juga tidak luput akan kewajibannya menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. Tidak ada yang sulit selama kita mempunyai niat dan impian yang besar dalam ikut andil menegakkan agama Allah baik itu di bidang tenaga
pendidik (guru) ataupun dakwah yang bersifat lebih luas ke khalayak umum.

Sangat disayangkan ketika seorang akhwat di luar sana memilih untuk hijrah dan tidak tau akan mengambil langkah yang mana yang akan ia tempuh dahulu untuk menghadiri kajian khusus wanita, dan pada akhirnya ia latah dan mengikuti kajian khusus wanita yang sedang eksis atau lebih terkenal di khalayak umum yang pematerinya bukan dari akhwat yang memiliki pemahaman yang lurus terhadap aqidah nya, dan juga betapa sulitnya menemukan kajian khusus wanita yang bersifat tatap muka yang pematerinya ber aqidah lurus, membuat banyak wanita di luar sana yang baru hijrah menerima ilmu yang salah dan kemudian ia mengamalkannya. Sungguh sangat prihatin, padahal ia sudah memiliki semangat untuk menuntut ilmu namun bukan ilmu yang murni yang ia dapatkan, bayangkan jika kita menjadi perantara untuk akhwat lain mendapatkan hidayah, bagaimana besarnya pahala yang kita dapat? Sungguh sangat besar.

Peran muslimah dalam bidang dakwah juga sangat penting pada saat ini. banyak permasalahan dakwah yang seharusnya mereka perhatikan dan memang akan lebih efektif jika seorang wanita yang menyampaikan dan menjelaskannya, misalnya dakwah tentang permasalahan yang berkaitan dengan kaum wanita seperti haid, nifas, dan darah istihadhoh yang mana akan menjadi hal yang tabu dan kurang layak untuk dibahas di depan seorang ustadz secara rinci. Tentu jika yang menyampaikan permasalahan tentang kewanitaan tersebut adalah seorang wanita akan membuat jamaah wanita yang ingin bertanya akan lebih leluasa dalam menyampaikan permasalahan pribadinya tentang kewanitaan,dan juga akan lebih efektif penyampaian ilmu tentang itu oleh pendakwah wanita tanpa ada rasa malu diantara mereka dibandingkan jika mendiskusikannya dengan pendakwah laki-laki (ustadz).

Wanita, tidaklah ada penghalang bagi wanita untuk ikut andil dalam menyebarkan ilmu dan syari’at islam selama tata cara dalam ia menyampaikan ilmu tersebut masih dalam batasan syari’at sebagaimana mestinya adab dan aturan Allah yang harus dijaga oleh seorang muslimah. Teruslah bersemangat dan
tanamkan jiwa yang ingin selalu ikut andil untuk menolong agama Allah, karena yakinlah bahwa :

وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيْزٌ

Sesungguhnya, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS. Al-Hajj: 40)

Daftar Pustaka:

Al Ihsan Brebes,/ Asy-Syaikh Muqbil Dalam Mendidik Putrinya,/ https://alihsanbrebes.or.id/asy-syaikh-muqbil-dalam-mendidik-putrinya, diakses pada tanggal 23 April 2024.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *