MM

REDAKSI EHYAL STDI IMAM SYAFI’I JEMBER- Kita hanyalah kumpulan hari di dunia. Tatkala satu hari itu berlalu, maka sebagian dari kita akan hilang. Ketika hampir-hampir sebagian hari berlalu, maka hilanglah seluruh diri kita. Berlalunya hari bukan malah memperpanjang umur, justru mendekatkan ke alam kubur. Sementara dosa-dosa yang diperbuat sebanyak buih di lautan, tidakkah kita bertobat dengan penuh pengharapan? Karena segala kesalahan akan diberitakan, di saat seluruh anggota badan menjadi saksi dari perbuatan!


Kelezatan di dunia penuh dengan tipu daya bagaikan fatamorgana. Beraneka macam kesenangan tersebut bisa melalaikan kita dari beramal kebaikan bahkan sampai mengeraskan hati pemiliknya. Maka Al-Qur’an memperingatkan kita agar tidak asik tenggelam dalam kenikmatan dunia. Terdapat satu ayat yang agung, yang terkadang menjadikan pembacanya bergidik ketakutan. Ayat yang seandainya diturunkan kepada gunung, niscaya gunung tersebut akan bergetar. Sebuah ayat yang setiap kali dibaca, mata akan berkaca-kaca. Setiap kali dicerna, hati akan merasa takut tak terhindarkan.


Sebuah ayat, yang setiap kali dipahami seseorang yang lalai, akan membuatnya bertobat. Setiap kali diperhatikan oleh orang yang berpaling, menjadikannya kembali kepada Allah dan meminta ampunan-Nya. Sebuah ayat yang menceritakan tentang sebuah kepergian dan perjalanan yang berat. Ayat tersebut adalah firman Allah ﷻ,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ


“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali-Imran:185).


Perjalanan itu adalah awal menuju akhirat. Yang mana kita berharap, tujuan akhir dari perjalanan tersebut adalah surga, bukan neraka. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda atas keagungan perjalanan itu,


لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا

“Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq ‘alaih)


Maksudnya, jika kita telah mengetahui bahwa hakikat kematian tidak bisa terhindarkan; kesendirian di alam kubur dengan kegelapannya; huru hara hari kiamat dengan kedahsyatannya; jembatan shirath dengan segala rintangannya. Kemudian jika kita memperhatikan surga dengan segala kenikmatannya; neraka dengan bahan bakar dan kobaran apinya; niscaya keadaan kita akan segera berubah! Sedikit tertawa dan banyak menangis selama hidup di dunia!
Akan tetapi, terkadang kita lupa atau pura-pura lupa dengan perjalanan tersebut dan malah memilih dunia ini yang nilainya di sisi Allah tidak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk. Bahkan jika dibandingkan dengan bangkai kambing yang cacat nilainya jauh lebih buruk. Lantas, bagaimana bisa kita mempersiapkan perjalanan itu jika mengingat kematian saja tidak mau? Hanya sekedar bertanya kepada diri “sudah siapkah aku?” saja tak kunjung temu?


Ada sebuah cerita, yang semoga mampu menampar hati kita yang lalai dari pemutus kelezatan dunia yaitu kematian. Sebuah cerita mengenai orang-orang terdahulu, salah satu dari mereka bertanya, “Maukah engkau mati sekarang?” Temannya menjawab, “Tentu, tidak.” Lalu ditanyakan lagi kepadanya, “Kenapa?” Jawabnya, “Saya belum bertobat dan berbuat kebajikan.” Selanjutnya dikatakan kepada orang itu, “Kerjakanlah sekarang!” Ia menjawab, “Nanti akan saya lakukan.” Demikianlah ia selalu berkata, “Nanti dan nanti,” sehingga akhirnya ia meninggal dunia tanpa sempat bertobat dan melakukan perbuatan baik. Naudzubillahi mindzalik. Kita tidak tahu kapan hari kematian kita tiba dan di bumi bagian mana ruh kita akan meninggalkan jasad. Demi Allah, kita benar-benar tidak tahu, bahkan tak ada satu pun makhluk yang mengetahui hal tersebut! Jadi, kenapa kita sering menunda-nunda tobat dengan selalu mengatakan, “aku akan bertobat, aku akan bertobat,”?! Marilah kita membaca kisah nyata setelah ini, semoga Allah memberikan taufik kepada kita agar bisa insaf dan kembali semangat dalam beramal kebaikan.
Ada seorang pemuda yang mengalami kecelakaan. Salah seorang polisi segera datang ke tempat kecelakaan tersebut untuk menolongnya, namun ia mendapati pemuda itu sudah dalam keadaan sekarat. Polisi itu berkata kepada pemuda tersebut, “Ucapkan La ilaha illallah! Pemuda itu kemudian mengangkat telunjuknya ke atas dan berkata, “La ilaha illallah…”. Lalu ia meninggal dunia. Setelah dimandikan dan disholatkan, polisi tadi pergi ke rumah keluarga pemuda tersebut untuk memberitahukan bahwa anaknya telah mengucapkan syahadat sebelum meninggal. Ia berkata, “Saya membawa berita gembira untuk Anda, bahwa anak Anda mengucapkan syahadat sebelum meninggal.” Orang tua pemuda itu menjawab, “Kami pun memberi tahu Anda, sesungguhnya anak kami tersebut baru saja bertobat kepada Allah sekitar dua minggu yang lalu.” Allah ﷻ berfirman dalam surah An-Nisa ayat 17-18 yang berbunyi,

اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ١٧ وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِۚ حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ١٨


“Sesungguhnya tobat yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Tidaklah tobat itu (diterima Allah) bagi orang-orang yang melakukan keburukan sehingga apabila datang ajal kepada seorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” Tidak (pula) bagi orang-orang yang meninggal dunia, sementara mereka di dalam kekufuran. Telah Kami sediakan azab yang sangat pedih bagi mereka.” (QS. An-Nisa’: 17-18)
Suatu ketika Hasan Al-Basri berdiri di depan sebuah kuburan sambil melihat kuburan itu dengan seksama. Selanjutnya ia menoleh kepada salah seorang yang ada di situ dan berkata, “Seandainya ia keluar dari kuburannya ini, menurutmu apa yang akan dilakukannya?” Orang itu menjawab, “Tentu ia akan bertobat dan berdzikir mengingat Allah.” Hasan al-Basri berkata kepada orang itu, “Kalau dia tidak keluar, maka kamulah yang harus melakukannya.”
Cobalah pikirkan dan perhatikan, dalam keadaan bagaimana yang kita inginkan saat Allah berfirman,

وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِنْ مَّكَانٍ قَرِيْبٍ ٤١ يَوْمَ يَسْمَعُوْنَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ۗذٰلِكَ يَوْمُ الْخُرُوْجِ ٤٢

“Dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika malaikat) penyeru memanggil dari tempat yang dekat! Pada hari itulah mereka mendengar suara dahsyat dengan sebenar-benarnya. Itulah hari (ketika manusia) keluar (dari kubur).” (QS. Qaf: 41-42)


Keadaan bagaimana yang kita inginkan di saat,

يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ


“(Yaitu) hari (ketika) manusia bangkit menghadap Tuhan seluruh alam?” (QS. Al-Muthaffifin: 6)


Bagaimana keadaan kita nanti di saat,

اِذَا السَّمَاۤءُ انْفَطَرَتْۙ ١ وَاِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْۙ ٢ وَاِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْۙ ٣ وَاِذَا الْقُبُوْرُ بُعْثِرَتْۙ ٤


“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan diluapkan, dan apabila kuburan-kuburan dibongkar.” (QS. Al-Infithar: 1-4)


Bagaimana kita jika kedua mata, kedua tangan, kedua kaki, kedua telinga, kemaluan dan lisan kita bersaksi atas segala yang telah kita lakukan di dunia yang fana ini?


اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Pada hari ini Kami membungkam mulut mereka. Tangan merekalah yang berkata kepada Kami dan kaki merekalah yang akan bersaksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Yasin:65)


Lantas, sudah siapkah kita dimintai pertanggung jawaban oleh Allah ﷻ kelak?


Kisah-kisah dan renungan-renungan tersebut seharusnya mampu menampar hati-hati kita yang keras dan bernoda hitam akibat maksiat. Bahwa kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah ﷻ, kendati dosa-dosa kita sudah sebesar gunung atau sebanyak buih-buih di lautan, pintu tobat akan terus terbuka lebar di sisi Allah ﷻ. Karena akan diterima suatu tobat, selama napas seorang hamba masih memenuhi rongga dada dan sebelum matahari terbit dari barat. Dengan syarat, berniat ikhlas hanya mengharap wajah Allah; menyesali perbuatannya; berusaha untuk meninggalkan perbuatannya; dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatanya. Apabila seorang hamba kembali melakukan kesalahan baik yang serupa atau yang berbeda, maka segeralah kita memintakan ampun kepada-Nya, sebelum pintu tobat tertutup. Sebab sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertobat. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ


“Setiap manusia pasti banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertobat” (HR. Tirmidzi no.2687.

At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini gharib”. Di-hasan-kan Al-Albani dalam Al-Jami Ash Shaghir, 291/18).
Semoga Allah mengampuni semua dosa-dosa kita, menerima semua amalan kita, dan mewafatkan kita dalam keadaan khusnul khatimah. Aamiinn Ya Robb..

Sumber:
Buku terjemahan berjudul “Bagaimana Bila Ajal Tiba”, adapun judul aslinya adalah “Fasatadzkuruna Ma Aqulu Lakum Wafaqat Liman Adradha”. Buku ini ditulis oleh Syaikh Abdul Muhsin bin Abdur Rahman hafidzahullah.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *